Minggu, 10 Oktober 2010

Pelangi Yang Tersisa

Seberkas cahaya menyeruak hatiku, menamparku sekeras perasaanya, memanaskan otakku yang seolah berkata "bukan, dia bukan untukmu". Termenung, aku tahu itu, tapi entah rasanya masih terlalu sakit jika tiap kali kurasakan. Hanya bench besi ini yang mampu menopang tubuh keringku. Yang berat hanya karena pikiran, bukan karena makanan.
Burung-burung seolah berhenti untuk menyanyikan lagu cerianya, yang kutahu mereka pergi, meninggalkanku entah kemana, mencoba meneriakkan cerita bahagianya pada seorang lain. Serpihan hatiku, entah makin lama, makin terburai, terurai satu persatu, pecah berkeping. Angin membantuku untuk menerbangkannya, menghilangkannya dari pandanganku.
Namun, air berkata lain, ia mengumpulkan beberapa serpihan itu dengan molekulnya yang renggang-rapat, membuat beberapa serpihan itu menyentuh tubuhku. Aku mencoba sekuat hatiku untuk menepisnya menjauh, namun dengan tubuh keringku ini, dengan hatiku yang masih mencoba melupakan kenyataan yang sebenarnya, air dengan mudah memasukkan serpihan itu ke kepingan lain yang ada di hatiku.
Sejuk, itu yang kurasa. Dingin, itu yang terasa di kepalaku...